Hak Retensi; Pengertian dan Mekanisme
Hak retensi
adalah hak seseorang (kreditur) untuk menahan barang milik pihak lain (debitur)
yang berada dalam kekuasaannya, hingga utangnya dibayar atau prestasi dipenuhi.
Hak ini muncul karena hubungan hukum tertentu, misalnya perjanjian jasa,
perbaikan, penitipan, dll.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan dalam Hukum jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan (Hal. 62-63), memberikan pengertian terkait Hak Retensi
yaitu hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian
dengan itu dilunasi. Terhadap hak retensi tersebut dikualifisir sebagai hak
perorangan yang memiliki sifat kebendaan dan karena itu dalam hukum kebendaan
tidak menimbulkan hak didahulukan, sehingga kreditur yang memegang hak retensi
berkedudukan sebagai kreditur konkuren. Adapun sifat-sifat yang dimilik oleh
hak retensi adalah:
1.
Tidak dapat dibagi-bagi
Artinya
keseluruhan piutang harus dibayarkan secara keseluruhan juga, sehingga apabila
piutang hanya diberikan sebagian tidak berimplikasi untuk mengembalikan
sebagiandari barang yang ditahan.
2.
Tidak membawa serta hak boleh memakai
Terhadap
barang yang ditahan tidak disarankan untuk dipakai atau dipergunakan, sehingga
dalam jangka waktu penahanan barang tersebut harus dipelihara dengan baik.
3.
Bersifat accesoir
Artinya
ikut beralih, hapus dan batal jika perjanjian pokok hapus dan batal.
Terhadap
dasar hukumnya hak retensi tidak terdapat ketentuan khusus yang mengaturkan,
akan tetapi termuat secara implisit dalam beberapa pasal seperti Pasal 567,
Pasal 575, Pasal 576, Pasal 579, Pasal 834, Pasal 715, Pasal 725, Pasal 1159,
Pasal 1756, Pasal 1616, Pasal 1729 dan Pasal 1812 Kitab Undang-Undan Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Biasanya
terhadap hak retensi ini sering kita temuai dalam surat kuasa yang dibuat oleh
Advokat atau Konsultan hukum terhadap pemberian jasanya, yang dimana mekanisme
terhadap hak retensi ini merupakan suatu pemberian kepada seseorang (Penerima
kuasa) untuk menahan kepunyaannya seseorang (pemberi kuasa) sampai dengan seseorang tersebut memenuhi
kewajibannya untuk pembayaran jasa atau honoranium yang timbul dari perjanjian
atau hubungan keduanya. Sehingga hak ini sebagai jaminan bagi seseorang agar
kewajibannya terpenuhi dan dibayarkan lunas.
Mekanisme Hak Retensi
1. Syarat Umum Timbulnya Hak
Retensi
Agar hak retensi dapat
digunakan, perlu memenuhi syarat berikut:
Syarat |
Penjelasan |
🔹 Barang berada secara sah dalam
kekuasaan kreditur |
Kreditur menguasai barang
karena hubungan hukum, bukan karena mencuri atau mengambil paksa. |
🔹 Ada kewajiban yang belum dipenuhi oleh
debitur |
Misalnya belum membayar
jasa, utang, atau kompensasi. |
🔹 Ada hubungan kausal antara barang yang
ditahan dan utang yang belum dibayar |
Barang ditahan karena
berkaitan langsung dengan utang yang timbul. |
2. Prosedur Pelaksanaan Hak
Retensi
Secara umum:
- Barang ditahan
secara fisik oleh pihak kreditur (misalnya bengkel menahan mobil karena
jasa perbaikan belum dibayar).
- Kreditur tidak boleh menggunakan atau
menjual barang secara sepihak (kecuali diatur dalam kontrak atau ada
putusan pengadilan).
- Jika debitur tetap tidak memenuhi
kewajiban, kreditur dapat mengajukan gugatan atau permohonan
penetapan pengadilan untuk lelang atau penyelesaian hukum.
3. Pembatasan dan Risiko
- Tidak boleh sewenang-wenang:
Jika dilakukan tanpa dasar yang sah, retensi dapat dikualifikasikan
sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
- Retensi bukan hak milik:
Kreditur tidak menjadi pemilik atas benda tersebut, dan harus
mengembalikannya setelah kewajiban debitur terpenuhi.
KESIMPULAN:
Hak
retensi adalah bentuk jaminan kebendaan tanpa melalui lembaga gadai atau
hipotek, yang dapat digunakan secara langsung oleh kreditur yang memegang
barang secara sah. Namun pelaksanaannya harus memenuhi syarat tertentu, dan
tidak dapat digunakan untuk menguasai barang secara mutlak tanpa proses hukum
lanjutan.
Komentar
Posting Komentar