Grandfather Clause dalam praktiknya di Indonesia


Merujuk pada buku yang berujudul “Grandfather Clause” karangan Jesse Russel dan Ronald Cohn, mendefinisikan “Grandfather Clause is a legal term use to describe a situation in which an old rule continues to apply to some existing situations, while a new rule will apply to all future situation”, yang apabila diartikan Grandfather Clause merupakan suatu istilah hukum yang merujuk pada situasi dimana tetap berlakunya peraturan lama dalam situasi tertentu ketika akan diterbitkannya suatu peraturan baru pada masa yang mendatang. Berdasar pada pengertian tersebut sederhananya Grandfather Clause merupakan suatu pengecualian terhadap keberlakuan peraturan yang baru dalam situasi tertentu, prinsip tersebut hampir sama dengan asas non retroaktif (tidak berlaku surut) yang terhadap keberlakuannya merupakan salah satu representasi terjaminnya suatu kepastian hukum.

Berdasarkan pada sejarahnya, Grandfather Clause ini muncul di Amerika pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sebagai suatu cara untuk membatasi hak pilih orang kulit hitam. Dimana klausul ini memungkinkan seseorang untuk tetap memilik jika nenek atau kakek mereka memiliki hak pilih sebelum terjadi perubahan undang-undang yang membatasi hak pilih berdasarkan ras.

 Sehingga apabila kita kaitkan antara pengertian Grandfather Clause dengan sejarahnya, hal ini mengarahkan pada suatu jaminan hukum terhadap perjanjian, izin atau kontrak yang telah disepakati sebelum diberlakukannya peraturan yang baru yang mana keberlakukan peraturan lama akan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan akan tetapi dapat dikecualikan apabila terhadap peraturan baru tersebut menimbulkan kemanfaatan yang baik berdasarkan pada kesepakatan bersama. Penggunaan Grandfater Clause ini dapat diimplemtasikan dalam sektor bisnis, dikarenakan iklim bisnis yang selalu bergerak secara dinamis  dan mengharuskan adanya suatu upaya yang dapat menciptakan fleksibilitas guna kelancaran kegiatan berusaha.

Lebih lanjut lagi, menurut Bonafiacius Herlambang dalam jurnal nya yang berjudul Perizinan Berusaha Berbasis Resiko pada Sektor Perindustrian Pasca Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja: Hal-hal yang perlu diperhatikan (Hal 9356), “Grandfather Clause haruslah terkandung dalam peraturan baru yang mengubah peraturan lama, yang biasanya terletak pada aturan peralihan yang menyebutkan bahwa aturan yang tetap berlaku bagi subjek-subjek hukum yang melakukan kegiatan aturan tersebut”.

Apabila hal ini diimplemetasikan dalam suatu perjanjian bisnis, mengacu pada Asas Freedom of Contract yang termuat dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan ini harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Menurut Konrad Zweight dan Hein Kotz kebebasan berkontrak berarti kebebasan untuk memilih dan membuat kontrak, dan kebebasan para pihak untuk menentukan isi dan janji mereka dan kebebasan untuk memilih subjek perjanjian”. Yang terhadap hal tersebut terbatas sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata terkait syarat sah nya suatu perjanjian.

 

Lantas apakah Grandfather Clause dapat diterapkan terhadap seluruh perjanjian bisnis?

               

Bahwa perlu kita ketahui, mengenai ketentuan terhadap Grandfather Clause memiliki suatu karakteristik yang terlihat jelas berdasarkan pengertian dan sejarahnya, hal ini menitik beratkan terhadap regulasi yang ada serta memiliki karakteristik menyerupai asas non retroaktif. Sehingga dalam suatu perjanjian bisnis tidak semata-mata dapat diberlakukannya Grandfather Clause, walaupun berlandaskan pada asas Freedom of Contract hal ini dimungkinkan keberlakuannya sepanjang terdapatnya itikad baik para pihak terhadap kesepakatan tersebut.

Apabila melihat dari karakteristiknya terdapat beberapa peraturan yang mengadopsi Grandfather Clause dibidang penamanan modal atau investasi, salah satunya termuat pada Pasal 68 angka (1) dan (2) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (PerBKPM) Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, yakni:

 

Pasal 68

(1)   Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, ketentuan dalam izin prinsip, Pendaftaran Penanaman Modal, Pendaftaran Investasi, Izin investasi, Izin usaha, atau Izin komersial atau Operasional dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan atau tidak diatur secara khusus dalam peraturan badan ini.

(2)   Nilai investasi dan permodalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) tidak berlaku bagi Pelaku Usaha PMA yang telah memperoleh Izin Penanaman Modal yang masih berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik sepanjang tidak terdapatnya perubahan kegiatan usaha.

 

Dan juga terhadap pengaturan yang serupa termuat dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 49 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yakni:

Pasal 13

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bidang Usaha Pernanaman Modal tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

 

Adapun menyangkut Grandfather Clause ini dibidang perizinan perusahaan termuat pula pada Pasal 562 huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yaitu:

Pasal 562

a.      Ketentuan pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dikecualikan bagi Pelaku Usaha yang Perizinan Berusahanya telah disetujui dan berlaku efektif sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku termasuk persyaratan-persyaratan yang telah dipenuhi, kecuali ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini lebih menguntungkan bagi Pelaku Usaha;

 

Sehingga keberlakukan terhadap Grandfather Clause tidak dapat diadopsi terhadap segala perjanjian bisnis, melainkan prinsip tersebut harus mengandung suatu relevansi terhadap peraturan yang terkait. Hal ini pun merupakan suatu konsekuensi hukum yang bertumpu terhadap adanya kepastian hukum yang dapat menjamin keberlakuan Grandfather Clause tersebut, sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat pasca diadopsinya Grandfather Clause dalam perjanjian penamaman modal atau investasi.

Kesimpulan:

Grandfather Clause adalah prinsip yang memungkinkan peraturan lama tetap berlaku dalam situasi tertentu ketika aturan baru diterapkan untuk keadaan dimasa mendatang. Istilah Grandfather Clause ini merujuk pada pengecualian yang timbul dari kewajiban hukum sebelumnya yang diakui dan dihormati pendahulu. Dalam praktiknya di Indonesia hal ini relevan apabila diterapkan dalam perjanjian penanaman modal atau investasi, guna mencapai kepastian hukum yang bedaya hukum mengikat terhadap peraturan perundang-undangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hak Retensi; Pengertian dan Mekanisme

KONSEKUENSI HUKUM JIKA MEDIASI TANPA KEHADIRAN PARA PIHAK

KONSEKUENSI HUKUM ATAS MENINGGALNYA TERDAKWA TERHADAP GANTI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG DISEBABKAN OLEH TINDAK PIDANA KORUPSI