Nominee Agreement dalam praktiknya di Indonesia

Dalam praktiknya Nominee Agreement merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam nama yang kerapkali di identifikasi sebagai praktik perjanjian yang melibatkan penunjukan individu atau entitas sebagai pemegang saham atau pemilik aktiva atas nama pihak lain. Praktik ini kerapkali terjadi terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki suatu kepentingan bisnis di Indonesia, akan tetapi memilih alternatif solusi dengan melakukan praktik Nominee Agreement dengan salah satu Warga Negara Indonesia (WNI).

Secara sederhana praktik ini dilakukan agar menghindari kebijakan hukum (Law Avoidant) yang menjadi suatu persyaratan terhadap WNA guna melakukan penanaman modal di Indonesia. Melihat daripada sifat Nominee Agreement itu sendiri merupakan suatu perikatan yang termaktub dalam suatu perjanjian dan mengingat soal perjanjian termuat beberapa indikator penentu agar dapat dikatakan mengikat dengan kepastian hukum. Merujuk daripada itu sebagaimana pada Pasal 1320 KUHPerdata yang memuat ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1320

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:

1.      Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri

2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3.      Suatu pokok persoalan tertentu

4.      Suatu sebab yang tidak terlarang

Mengacu terhadap pasal 1320 KUHPerdata yang merupakan syarat sah akan suatu perjanjian yang memuat syarat subjektif dan juga syarat objektif menjadi perhatian khusus sebelum melakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini apabila suatu perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif maka berimplikasi hukum terhadap perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan terhadap tidak terpenuhinya unsur objektif dari perjanjian berimplikasi perjanjian dinyatakan batal demi hukum.

                Dalam Pasal 1320 KUHPerdata suatu sebab yang halal merupakan salah satu unsur objektif terhadap syarat sah nya suatu perjanjian, indikator daripada penerapan kausa sebab yang halal termuat pada Pasal 1337 KUHPerdata yang pada pokoknya menerangkan bahwa, “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”. Sehingga terhadap unsur objektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian, maka berimplikasi terhadap perjanjian itu dari semula dianggap tidak ada atau batal demi hukum.

Lantas bagaimana praktik Nominee Agreement menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang 25 tahun 2007 tentang Penanam Modal (UU PM) bahwa “Penanam Modal dalam negeri dan Penanam Modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan behwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”.

Apabila dilihat dari segi Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)  pada Pasal 48 angka (1)  yang menerangkan bahwa, “Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”, sehingga hal ini bertentangan dengan Nominee Agreement itu sendiri yang merupakan suatu perjanjian pinjam nama. Dalam hal ini praktik Nominee Agreement memiliki konsekuensi hukum sebagaimana termuat pada Pasal 33 angka (2) UU PM, “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”.

Sehingga terhadap syarat sah nya suatu perjanjian sebagaimana Pasal 1320 KUHPerdata terhadap unsur objektif, Nominee Agreement dapat dikatakan tidak memenuhi unsur tersebut. Sehingga terhadap perjanjian itu dianggap tidak pernah ada atau dinyatakan batal demi hukum. Untuk itu akibat dari pembatalan perjanjian ini adalah para pihak harus dikembalikan ke keadaan semula, seolah-olah perjanjian tidak pernah terjadi dan jika ada pembayaran atau penyerahan terhadap itu yang sudah terpenuhi, maka harus dikembalikan. Hal ini pernah terjadi sebagaimana termuat pada Norma Putusan Nomor 375/Pdt/2018/PT.DKI antara Rami  Sadek vs PT. Cakra Mineral Tbk, yang dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim Pengadilan Tinggi menyatakan Perjanjian Nominee antara Rami Sadek dan Investor Saudi batal demi hukum sesuai ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dan mengabulkan pembatalan Perjanjian Jual Beli (PJB).

 

KESIMPULAN:

Berdasarkan pada uraian diatas dalam hal ini praktik Nominee Agreement jelas dilarang penerapannya di Indonesia, sederhananya terhadap perjanjian tersebut tidak memuat suatu kaidah atas syarah sah nya akan suatu perjanjian serta berakibat signifikan pada keberlanjutan operasional dan reputasi pada Perseroan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hak Retensi; Pengertian dan Mekanisme

KONSEKUENSI HUKUM JIKA MEDIASI TANPA KEHADIRAN PARA PIHAK

KONSEKUENSI HUKUM ATAS MENINGGALNYA TERDAKWA TERHADAP GANTI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG DISEBABKAN OLEH TINDAK PIDANA KORUPSI